Setelah 24 tahun lebih merasakan kasih sayangnya, Aku ingin menulis sangat sedikit saja (karena jelas aku sangat tidak mampu mengungkapkan jasa Umi dalam hidup ini)review tentang arti
Umi dalam hidupku
Umiku seorang pegawai negeri sipil di salah satu kementrian di Indonesia, beliau telah bekerja selama puluhan tahun disana, sehari – hari sebelum berangkat mencari nafkah ia selalu menyempatkan diri untuk bangun dini hari, memasak untuk sarapan pagi, cuci piring itulah yang selalu dilakukan tatkala ia bangun di pagi hari.
Setelah itu Umiku berangkat kerja, dan pulang pada petang hari, biasanya selepas shalat isya sambil menonton sinetron ia menyiapkan sayur untuk dimasak esok harinya.Keseharian seperti itu sudah dilakukan nya selama puluhan tahun sejak kamiĀ (anak – anaknya) kecil hingga saat ini, mungkin juga itu sudah dilakukanĀ sejak sebelum beliau menikah.
Terlepas dari semua itu, bagiku Umi adalah sosok teladan pekerja keras, di tahun 1998 beberapa bulan sebelum krisis ekonomi terjadi di kala itu abah mengalami sakit diabetes, terdapat luka di kaki kirinya yang memerlukan waktu lama untuk kering sehingga dia tidak bisa berjalan. cukup banyak uang yang digunakan untuk keperluan berobat abah, baik pengobatan medis di rumah sakit maupun pengobatan alternatif semacam herbal. Usaha dibidang garmen yang di rintis abah beberapa tahun sebelum sakit pun ikut terkena imbas. Saat itu adalah saat genting dalam hidup kami sekeluarga, abah sakit sangat membutuhkan banyak biaya untuk berobat, sementara itu aku dan kedua orang kakak ku masih bersekolah, di tambah lagi gejolak ekonomi dan politik pada saat itu sangat mempengaruhi keadaan finansial.
Tapi Umi tetap tegar, semangat gigihnya untuk tetap mengayuh roda perekonomian keluarga sangat tinggi, dialah orang yang rela mencari tambahan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan
keluarga ketika itu. Mengurus kartu askes, membuat tas, souvernir yang terbuat dari manik – manik itulah sebagian cara yang ditempuhnya untuk tetap mengayuh roda perekonomian keluarga di kala itu. Dialah orang yang selalu memijit dan meringankan beban penyakit yang di derita abah tatkala merintih. Tidak hanya itu, di tengah kesulitan finansial itu umi masih menaruh mimpi yang mulia, untuk tetap menyekolahkan ketiga anaknya hingga ke bangku perguruan tinggi.
Roda terus dikayuhnya seraya keyakinan terus dipupuk bahwa Yang Maha Kuasa tiada pernah lupa dan tiada pernah tidur. Hingga masa pun berganti, keyakinan itu perlahan mulai terbukti. Di tahun 2001 abah mulai bisa berjalan, walaupun pada saat itu dibantu dengan tongkat, dan perlahan mulai bisa berjalan normal kembali, di tahun 2008 ada seorang dermawan yang memberangkatkan abah pergi ke tanah suci Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Tahun – tahun berikutnya mimpi untuk menyekolahkan ketiga anaknya hingga ke bangku perguruan tinggi pun mulai diwujudkan. Sampai pada akhirnya kami bertiga lulus dari bangku perkuliahan dan mulai bisa mencari nafkah masing – masing.
Dan perjalanan yang sejauh ini tertempuh setidaknya dapat menunjukkan bagi kami sekeluarga akan kuasa Allah, semua telah kami lewati dan saat inilah waktu yang tepat untuk merenung betapa hidup itu adalah perjuangan, Umi selalu berjuang untuk orang – orang yang disayanginya, untuk segala mimpi – mimpi yang ditanamnya, untuk segala harapan kepada segenap anak – anaknya.
Semoga kami anak – anaknya dapat memenuhi harapan itu, Umi selalu bekerja keras seraya memiliki keyakinan bahwa Allah SWT tidak tidur, bahkan mungkin umi membuang logika dan hitungan matematis yang nyata – nyata diatas kertas tidak akan tercukupi tetapi dengan izin – Nya semua itu indah pada waktunya.